MENGELOLA KONFLIK ANTAR PRIBADI
A. Pengertian
Konflik
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik,
pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Konflik adalah situasi dimana
tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu
tindakan pihak lain (Johnson, 1981)
Robbins
(1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu
proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat
(sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh
positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah
kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan.
Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.Konflik terjadi karena
adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti, bila kita ingin
mengetahui konflik, kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi.
Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada
komunikasi yang buruk. Berbagai mitos tentang konflik dipahami berdasarkan dua
sudut pandang, yaitu tradisional maupun kontemporer. Dalam pandangan
tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari.
Bahkan sering kali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas,
pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Sebaliknya,
pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik
adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari
kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun tidak
hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti
dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan.
B. Jenis-Jenis
Konflik Antar Pribadi
Menurut
James A.F. Stoner dan Charles Wankel, terdapat lima jenis konflik yaitu:
1.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang
tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal
yaitu:
1)
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2)
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang
yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3)
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang
yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif
sekaligus.
2.
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain
karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara
dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
1)
Konflik antar individu dan kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang
individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai
norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
2)
Konflik antara kelompok
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi
di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf merupakan merupakan
contoh konflik antar kelompok.
3)
Konflik antara organisasi
Konflik jenis ini biasanya disebut dengan persaingan.
Namun berdasar pengalaman, konflik ini ternyata menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih
rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien
C. Faktor
Penyebab Konflik Antar Pribadi
Ada beberapa
yang dapat menimbulkan terjadinya konflik dalam suatu hubungan antar pribadi.
Beberapa penyebab tersebut antara lain :
1.
Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan, seseorang
tidak selalu sejalan dengan orang lain. Contohnya, ketika berlangsung pentas
musik di lingkungan pemukiman, perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3.
Perbedaan kepentingan antara individu.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
D. Aspek-Aspek
Positif Konflik Antar Pribadi
konflik selalu
terdapat dalam hubungan antarpribadi, pada umumnya masyarakat cenderung
menganggap konflik sebagai sesuatu yang buruk dan harus dihindari. Konflik
dipandang dapat merusak suatu hubungan, maka harus dicegah. Jika konflik
mengarah pada kondisi destruktif, memang hal tersebut dapat berdampak pada
penurunan efektivitas suatu hubungan. Misalnya berupa penolakan, acuh tak acuh,
bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa kekerasan.
Namun kini
banyak orang mulai menyadari bahwa perusak itu bukan terletak pada konflik itu
semata, tapi oleh cara kita menghadapi konflik yang ada. Kegagalan memecahkan
konflik secara konstruktif, adil dan memuaskan kedua pihak lah yang merusak
suatu hubungan. Kini konflik telah mendapat konotasi yang positif, misalnya sebagai
‘bumbu’ dalam hubungan antarpribadi, baik dalam persahabatan, keluarga, dan
hubungan lainnya. Sesungguhnya bila kita mampu mengelola suatu konflik dengan
baik, konflik justru mendatangkan manfaat bagi orang yang mengalaminya. Manfaat
positif adanya konflik antara lain (Johnson,1981).
Konflik
dapat menjadikan kita sadar bahwa ada persoalan yang perlu dipecahkan dalam
hubungan kita dengan orang lain. Misalnya kalau anda ingin menonton film horror
tapi kekasih anda ingin menonton film drama, mungkin hal itu menandakan adanya
perbedaan selera diantara kalian berdua yang perlu mendapat perhatian. Konflik
dapat menyadarkan dan mendorong kita untuk melakukan perubahan-perubahan dalam
diri kita. Kekasih anda marah karena anda lupa menjemputnya jalan-jalan, sebaiknya
anda sungguh-sungguh mulai belajar mengatur waktu dan membuat catatan kegiatan
dengan cermat.
Konflik
dapat menumbuhkan dorongan dalam diri kita untuk memecahkan persoalan yang
selama ini tidak jelas kita sadari atau kita biarkan tidak muncul ke permukaan.
Konflik dengan tetangga sebelah karena merasa terganggu oleh suara tape
recorder yang disetel keras-keras mendorong kita untuk menyampaikan
keberatan kita terhadap kebiasaannya membawa teman-teman dan mengobrol dengan
suara keras hampir setiap malam mulai dari gelap hingga menjelang subuh. Konflik
dapat menjadikan hidup seseorang lebih menarik. Perbedaan pendapat dengan
seorang teman tentang suatu hal dapat menimbulkan perdebatan yang memaksa kita
lebih mendalami dan memahami pokok hal tersebut, selain menjadikan hubungan
kita tidak membosankan.
Perbedaan
pendapat akan membimbing ke arah tercapainya keputusan-keputusan bersama yang
lebih matang dan bermutu. Dua kekasih yang bersitegang memilih restoran mana
yang akan dijadikan tempat makan malam mereka, akhirnya memutuskan untuk
memasak di rumah, menikmati masakan yang dibuat dengan kebersamaan sambil
menonton televisi. Konflik dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan kecil yang
sering kita alami dalam hubungan kita dengan seseorang. Sesudah pertengkaran
mulut yang cukup dahsyat, seorang sekretaris akhirnya merasa terbebas
dari kejengkelannya pada salah seorang koleganya yang suka sekali meminjam atau
meminta peralatan dan perlengkapan tulis-menulis dari mejanya. Sesudah
didamaikan oleh seorang teman lain, teman itu berjanji untuk tidak lagi
mengganggunya dan akan lebih cermat merawat barang-barangnya.
Konflik juga
dapat menjadikan kita sadar tentang siapa atau seperti apa diri kita
sesungguhnya. Lewat pertengkaran dengan orang lain, kita menjadi lebih sadar
tentang apa yang tidak kita sukai, apa yang membuat kita tersinggung, apa
yang sangat kita hargai dan sebagainya. konflik juga dapat menjadi sumber
hiburan. Kita sengaja mencari sejenis koflik dalam berbagai bentuk permainan
dan perlombaan. Konflik dapat mempererat dan memperkaya hubungan. Hubungan yang
tetap bertahan kendati diwarnai dengan banyak konflik, justru dapat membuat
kedua belah pihak sadar bahwa hubungan mereka itu sangat berharga. Selain itu
juga dapat menjadi semakin erat, sebab bebas dari ketegangan-ketegangan dan
karenanya juga menyenangkan. Dengan kata lain, konflik dalam hubungan
antarpribadi sesungguhnya memiliki potensi menunjang perkembangan pribadi kita
sendiri maupun perkembangan relasi kita dengan orang lain. Namun dengan catatan
kita mampu menghadapi dan memecahkan konflik-konflik semacam itu secara
konstruktif. Suatu konflik bersifat konstruktif bila sesudah mengalaminya.
Hubungan
kita dengan pihak lain justru menjadi lebih erat, dalam arti lebih mudah
berinteraksi dan bekerjasama. Kita dan pihak lain justru lebih saling menyukai
dan saling mempercayai. Kedua belah pihak sama-sama merasa puas dengan akibat-
akibat yang timbul setelah berlangsungnya konflik. Kedua belah pihak makin
terampil mengatasi konflik-konflik baru yang terjadi di antara mereka.
E. Pengelolaan
Konflik Antar Pribadi
Walaupun
suatu konflik juga dapat memberikan kontribusi positif dalam suatu hubungan,
beberapa kalangan memilih untuk meminimalisir terjadinya konflik. Mereka
mungkin tidak yakin dapat menyelesaikan konflik itu dengan baik, atau mungkin
untuk menjaga suatu hubungan agar tampak selalu ada hambatan, dsb. Konflik
dapat dicegah atau dikelola dengan beberapa cara antara lain :
1.
Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang
ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.
2.
Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan
sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3.
Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang kondusif. Suatu
upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan
sebagai satu cara hidup.
4.
Mendengarkan secara aktif
A.G. Lunandi dalam Komunikasi Mengena menulis, “Saya tidak mengenal
anda, maka saya tidak tahu apakah anda bisa mendengarkan dengan sabar dan
dengan penuh perhatian atau tak sabar mendengarkan dengan kecederungan untuk
memutuskan percakapan orang.” Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting
untuk mengelola konflik. Orang lain yang sedang berbicara tidak kita potong
kalimatnya akan menimbulkan kesan bahwa kita menghargainya sehingga orang
tersebut merasa nyaman. Selain menghasilkan komunikasi yang efektif, dengan
mendengarkan secara aktif, kita akan mendapatkan informasi yang benar sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan konflik.
F. Strategi
Dalam Pengelolaan Konflik Antar Pribadi
Setiap orang
memiliki strateginya masing-masing dalam mengelola konflik. Strategi-strategi
ini merupakan hasil belajar, biasanya dimulai sejak masa kanak-kanak, dan akan
bekerja secara otomatis. Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang
dapat kita lakukan dalam penanganan konflik:
1.
Berkompetisi
Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah akan
terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi
konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan
atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan
organisasi) di atas kepentingan bawahan.
2.
Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda
konflik yang terjadi. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing
pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara.
Dampak
kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus
kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih
memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3.
Akomodasi
Akomodasi bisa diartikan sebagai ketika kita mengalah dan mengorbankan
beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi
konflik itu. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain
lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
4.
Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing
pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi yang
saling menguntungkan.
5.
Berkolaborasi
Menciptakan situasi seri dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada
pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika
terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi
menjadi hal yang harus kita pertimbangkan. Namun biasanya kita tidak menyadari
cara bertingkah laku kita dalam situasi-situasi konflik. Apa yang kita lakukan
seolah-olah terjadi begitu saja. Maka bila kita terlibat dalam suatu konflik
dengan orang lain, ada dua hal yang harus kita pertimbangkan.
Tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan pribadi kita. Tujuan-tujuan
pribadi ini dapat kita rasakan sebagai hal yang sangat penting sehingga harus
kita pertahankan mati-matian, atau tidak terlalu penting sehingga dengan mudah
kita korbankan. Hubungan baik dengan pihak lain. Seperti tujuan pribadi,
hubungan dengan pihak lain jug adapat kita rasakan sebagai hal yang sangat
penting atau sama sekali tidak penting. Cara kita bertingkah laku dalam suatu
konflik dengan orang lain, akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan
pribadi dan hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua
pertimbanan di atas, dapat ditemukan lima gaya dalam mengelola konflik
antarpribadi (Johnson, 1981).